Tentang Buku Setrum Warsito


Judul              : Setrum Warsito (Kisah di Balik Penemuan Rompi Anti Kanker)
Penulis            : Fenty Effendy
Tahun Terbit : 2017
Tebal Halaman: 366 Halaman (versi buku digital)
Harga             : Rp50.000,- (versi buku digital)
No. ISBN       : 978-602-385-274-1

“Sepulang sekolah, Warsito melihat Bapak dengan roman muka yang sedih, tertekan, mungkin juga marah pada keadaan. Di meja makan Warsito mendapati jawaban mengapa bapak kecewa. Nasi putih di bakul acak-acakan disertai titik-titik kotoran. Seekor ayam menumpahkan bakul dan bapak memungutnya lagi. Warsito tetap memakannya meskipun terasa ada pasir halus. Di masa itu, keluarga Warsito hanya mampu menanak nasi pas-pasan. Bayangan wajah Bapak saat itu selalu menjadi kekuatan bagi Warsito setiap kali ingin menyerah. Ia tak ingin mengecewakan bapak.”

Potongan cerita dalam buku ini berhasil membuat terisak. Pun saat menulis ini, air mata berlomba dengan jemari yang mengetik. Setiap babak kehidupan Dr. Warsito Purwo Taruno yang ditulis Fenty Effendy ini mengaduk-aduk emosi. Penulis ini telah banyak menuliskan biografi tokoh: Agum Gumelar, Karni Ilyas, Ahmad Sahroni, dan tokoh lainnya. Fenty juga pernah menjadi produser di Metro TV dan redaktur hukum majalah Forum Keadilan. Sepak terjang alumni pascarsarjana Ilmu Komunikasi UI ini memang tak perlu diragukan lagi.

Biografi Warsito sebagai ilmuwan yang diakui dunia ini diceritakan dalam lima bab besar. Dilahirkan di keluarga petani dengan segala keterbatasan hidup, bahkan nasi tak bisa ditemui setiap hari. Warsito dikenal sosok yang pendiam tapi cerdas. Setiap pertanyaan guru bisa dijawab, sayangnya kadang diabaikan guru. Langkahnya tak surut, keingintahuan dan jiwa kompetitifnya tetap membara. Teman Warsito menjadi saksi mata bahwa ia mulai bereksperimen sejak SMA. Hidup dengan ekonomi yang memprihatinkan membuat Warsito ikut bekerja ke sawah sepulang sekolah, setelah itu membantu simbok di rumah. Untuk tetap bisa belajar Warsito memasang strategi. Rumus-rumus disalin di kertas yang diletakkan di tangan kiri agar bisa dipelajari sembari  tangan kanan tetap mencabut rumput. Gigih sekali dan pantang menyerah. Tak heran sosok pendiam ini berhasil mendapat beasiswa ke Shizuoka University, Jepang.

Bidang penelitian Warsito selama di Jepang adalah Tomografi,  cara melihat tembus suatu objek yang tak tembus cahaya tanpa harus menembus atau merusaknya. Hasil penelitian tersebut menandai kelahiran seorang pakar Tomografi di Shizuoka University yang kemudian membawanya menjadi pembicara kunci termuda di TU Delft, Belanda. Pintu kehidupan selanjutnya terbuka, Warsito menerima tawaran Prof. Liang-Shih Fan untuk melanjutkan penelitian di Amerika. Menghasilkan berbagai temuan luar biasa. Penemuan algoritma untuk bisa membaca distribusi medan listrik yang selama belasan tahun menjadi misteri. Konsep Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) dilirik NASA untuk melakukan pemindaian dari dalam dinding ke luar dinding pesawat ulang alik. Meskipun berkarir di luar negeri, nasionalisme Warsito tetap kental. Ia berusaha sekuat tenaga untuk memasukkan nama Indonesia dalam dokumen paten internasional ECVT agar dunia tahu bahwa teknologi dahsyat itu lahir dari negeri yang tak pernah disebut.

Setelah kontraknya berakhir, warsito memutuskan kembali ke Indonesia untuk melanjutkan risetnya dengan biaya sendiri hingga keuangannya babak belur. Berbagai pergolakan dilalui hingga ia menjadi ketua umum organisasi Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) dan bertemu dengan Edi Sukur, doktor lulusan Jepang, yang kemudian menjadi partner mendirikan perusahaan berbasis riset “Edwar Technology”.

Salah satu karya yang fenomenal adalah alat anti kanker dengan mengggunakan listrik energi rendah. Alat ini pertama kali berhasil menyembuhkan Suwarni, saudara kandungnya, dari kanker payudara. Selanjutnya, berita kesembuhan berbagai jenis kanker dengan alat ini  pun berdatangan. Alat tersebut diberi nama Electro Capacitive Cancer Therapy (ECCT) memberikan harapan bagi para pejuang kanker yang putus asa.
Ribuan orang telah merasakan manfaat alat ini, berbagai penelitian telah dilakukan, tetapi sayang belum ada tempat untuk ECCT di Indonesia. Alasannya, “Klinik riset” tidak dikenal dalam peraturan setingkat menteri, sedangkan teknologi ini disambut baik oleh negara-negara lain. Sejumlah orang yang sembuh dari kanker belum mampu meluluhkan hati kemenkes yang bersikukuh mengatakan ECVT dan ECCT belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya.

Fenty Effendi menggambarkan detail betapa hebatnya ilmuwan asal Indonesia ini di mata dunia. Namun, tetap menampakkan “sisi manusia biasa” pada diri Dr. Warsito Purwo Taruno. Ilmuwan hebat juga pernah marah, kesal, galau, bahkan berada di titik terendah hingga menitikkan air mata. Selain itu, kelebihan buku ini adalah penulis berusaha menjelaskan konsep kimia, biologi, fisika sesederhana mungkin, sehingga dimengerti pembaca meskipun tidak menggeluti bidang yang sama. Terlebih lagi untuk pemaparan kerja ECCT, alat yang sebenarnya beresiko rendah. Menjawab keraguan dan berita kontra yang berseliweran.

Perjalanan hidup Dr. Warsito Purwo Taruno ini mengajarkan arti ketekunan dan pantang menyerah. Lika-liku kehidupan di Jepang, Amerika dan kembali ke Indonesia mampu mengguncang para pembaca. Tak pernah ada yang mudah. Kesulitan kuliah dengan bahasa Jepang, beasiswa yang dihentikan di tengah jalan oeh pemerintah Indonesia, gaji yang ditunda berbulan-bulan. Pernah juga ditodong pistol oleh perampok, tetapi ia mempertahankan laptopnya meskipun mukanya bengap. Laptop rusak, semua data riset hilang. Menguras tabungan demi riset di Indonesia. Ditolak di negeri sendiri setelah mengorbankan banyak hal.

Buku ini sangat direkomendasikan untuk siapapun. Untuk pelajar dan mahasiswa baik yang lelah maupun yang semangat belajar. Untuk pejuang kanker. Untuk para guru. Untuk yang ingin jadi ilmuwan. Untuk yang masih menganggap Indonesia hanya konsumen, tak dapat menciptakan. Untuk yang merasa jatuh dan ingin menyerah.

Dr Warsito Purwo Taruno telah mengerjakan bagiannya sebaik-baiknya, sekarang waktunya dilanjutkan oleh  generasi berikutnya. Berkarya, bermanfaat dan mengharumkan nama Indonesia.

“I did my part, now it’s your turn. I came from nothing and will not lose anything.”(Warsito Purwo Taruno)

 

Ditulis pada Maret 2020



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senandung Rindu

Cerpen: Kebetulan

Seleksi Adminitrasi LPDP, Hanya Dokumen Tapi Ribet?