Tentang Buku Setrum Warsito
Judul :
Setrum Warsito (Kisah di Balik Penemuan Rompi Anti Kanker)
Penulis :
Fenty Effendy
Tahun Terbit : 2017
Tebal Halaman: 366 Halaman (versi buku
digital)
Harga :
Rp50.000,- (versi buku digital)
“Sepulang sekolah, Warsito melihat Bapak dengan roman muka yang sedih, tertekan, mungkin juga marah pada keadaan. Di meja makan Warsito mendapati jawaban mengapa bapak kecewa. Nasi putih di bakul acak-acakan disertai titik-titik kotoran. Seekor ayam menumpahkan bakul dan bapak memungutnya lagi. Warsito tetap memakannya meskipun terasa ada pasir halus. Di masa itu, keluarga Warsito hanya mampu menanak nasi pas-pasan. Bayangan wajah Bapak saat itu selalu menjadi kekuatan bagi Warsito setiap kali ingin menyerah. Ia tak ingin mengecewakan bapak.”
Potongan cerita dalam buku ini
berhasil membuat terisak. Pun saat menulis ini, air mata berlomba dengan jemari yang mengetik. Setiap
babak kehidupan Dr. Warsito Purwo Taruno yang ditulis Fenty Effendy ini
mengaduk-aduk emosi. Penulis ini telah banyak menuliskan biografi tokoh: Agum
Gumelar, Karni Ilyas, Ahmad Sahroni, dan tokoh lainnya. Fenty juga pernah
menjadi produser di Metro TV dan redaktur hukum majalah Forum Keadilan. Sepak
terjang alumni pascarsarjana Ilmu Komunikasi UI ini memang tak perlu diragukan
lagi.
Biografi Warsito sebagai
ilmuwan yang diakui dunia ini diceritakan dalam lima bab besar. Dilahirkan di
keluarga petani dengan segala keterbatasan hidup, bahkan nasi tak bisa ditemui
setiap hari. Warsito dikenal sosok yang pendiam tapi cerdas. Setiap pertanyaan
guru bisa dijawab, sayangnya kadang diabaikan guru. Langkahnya tak surut,
keingintahuan dan jiwa kompetitifnya tetap membara. Teman Warsito menjadi saksi
mata bahwa ia mulai bereksperimen sejak SMA. Hidup dengan ekonomi yang
memprihatinkan membuat Warsito ikut bekerja ke sawah sepulang sekolah, setelah
itu membantu simbok di rumah. Untuk
tetap bisa belajar Warsito memasang strategi. Rumus-rumus disalin di kertas
yang diletakkan di tangan kiri agar bisa dipelajari sembari tangan kanan tetap mencabut rumput. Gigih
sekali dan pantang menyerah. Tak heran sosok pendiam ini berhasil mendapat
beasiswa ke Shizuoka University, Jepang.
Bidang penelitian Warsito
selama di Jepang adalah Tomografi, cara
melihat tembus suatu objek yang tak tembus cahaya tanpa harus menembus atau
merusaknya. Hasil penelitian tersebut menandai kelahiran seorang pakar Tomografi
di Shizuoka University yang kemudian
membawanya menjadi pembicara kunci termuda di TU Delft, Belanda. Pintu
kehidupan selanjutnya terbuka, Warsito menerima tawaran Prof. Liang-Shih Fan
untuk melanjutkan penelitian di Amerika. Menghasilkan berbagai temuan luar
biasa. Penemuan algoritma untuk bisa membaca distribusi medan listrik yang selama
belasan tahun menjadi misteri. Konsep Electrical
Capacitance Volume Tomography (ECVT) dilirik NASA untuk melakukan pemindaian
dari dalam dinding ke luar dinding pesawat ulang alik. Meskipun berkarir di
luar negeri, nasionalisme Warsito tetap kental. Ia berusaha sekuat tenaga untuk
memasukkan nama Indonesia dalam dokumen paten internasional ECVT agar dunia
tahu bahwa teknologi dahsyat itu lahir dari negeri yang tak pernah disebut.
Setelah kontraknya berakhir,
warsito memutuskan kembali ke Indonesia untuk melanjutkan risetnya dengan biaya
sendiri hingga keuangannya babak belur. Berbagai pergolakan dilalui hingga ia menjadi
ketua umum organisasi Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) dan bertemu
dengan Edi Sukur, doktor lulusan Jepang, yang kemudian menjadi partner
mendirikan perusahaan berbasis riset “Edwar Technology”.
Salah satu karya yang
fenomenal adalah alat anti kanker dengan mengggunakan listrik energi rendah.
Alat ini pertama kali berhasil menyembuhkan Suwarni, saudara kandungnya, dari
kanker payudara. Selanjutnya, berita kesembuhan berbagai jenis kanker dengan
alat ini pun berdatangan. Alat tersebut
diberi nama Electro Capacitive Cancer Therapy
(ECCT) memberikan harapan bagi para pejuang kanker yang putus asa.
Ribuan orang telah merasakan
manfaat alat ini, berbagai penelitian telah dilakukan, tetapi sayang belum ada
tempat untuk ECCT di Indonesia. Alasannya, “Klinik riset” tidak dikenal dalam
peraturan setingkat menteri, sedangkan teknologi ini disambut baik oleh
negara-negara lain. Sejumlah orang yang sembuh dari kanker belum mampu
meluluhkan hati kemenkes yang bersikukuh mengatakan ECVT dan ECCT belum bisa
disimpulkan keamanan dan manfaatnya.
Fenty Effendi menggambarkan
detail betapa hebatnya ilmuwan asal Indonesia ini di mata dunia. Namun, tetap
menampakkan “sisi manusia biasa” pada diri Dr. Warsito Purwo Taruno. Ilmuwan
hebat juga pernah marah, kesal, galau, bahkan berada di titik terendah hingga menitikkan
air mata. Selain itu, kelebihan buku ini adalah penulis berusaha menjelaskan
konsep kimia, biologi, fisika sesederhana mungkin, sehingga dimengerti pembaca
meskipun tidak menggeluti bidang yang sama. Terlebih lagi untuk pemaparan kerja
ECCT, alat yang sebenarnya beresiko rendah. Menjawab keraguan
dan berita kontra yang berseliweran.
Perjalanan hidup Dr. Warsito
Purwo Taruno ini mengajarkan arti ketekunan dan pantang menyerah. Lika-liku
kehidupan di Jepang, Amerika dan kembali ke Indonesia mampu mengguncang para
pembaca. Tak pernah ada yang mudah. Kesulitan kuliah dengan bahasa Jepang,
beasiswa yang dihentikan di tengah jalan oeh pemerintah Indonesia, gaji yang
ditunda berbulan-bulan. Pernah juga ditodong pistol oleh perampok, tetapi ia
mempertahankan laptopnya meskipun mukanya bengap. Laptop rusak, semua data
riset hilang. Menguras tabungan demi riset di Indonesia. Ditolak di negeri
sendiri setelah mengorbankan banyak hal.
Buku ini sangat
direkomendasikan untuk siapapun. Untuk pelajar dan mahasiswa baik yang lelah
maupun yang semangat belajar. Untuk pejuang kanker. Untuk para guru. Untuk yang
ingin jadi ilmuwan. Untuk yang masih menganggap Indonesia hanya konsumen, tak
dapat menciptakan. Untuk yang merasa jatuh dan ingin menyerah.
Dr Warsito Purwo Taruno
telah mengerjakan bagiannya sebaik-baiknya, sekarang waktunya dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Berkarya, bermanfaat dan
mengharumkan nama Indonesia.
“I did my part, now it’s your turn. I came from nothing and will not lose anything.”(Warsito Purwo Taruno)
Ditulis pada Maret 2020
Komentar
Posting Komentar