MIMPIKU DAN LOGIKA 2015



Oleh Rhona Febriany Sary

Maka nikmat Tuhan kamu mana yang kamu dustakan? (Q.S. ar-Rahman). 
Bermimpilah, Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. (Arai-Sang Pemimpi)

“Mengikuti Lomba Karya Tulis”. Kalimat tersebut merupakan salah satu mimpi yang kuselipkan di antara kumpulan mimpi. Terlihat sangat sederhana. Tetapi itu target besar bagiku, karena selama hidupku belum pernah aku mengikuti lomba karya tulis yang bersifat penelitian. Meskipun info selalu datang menghampiri tapi untuk memulai tersa berat sekali. Oleh karena itu, hal tersebut kutorehkan di awal semester 5 perkuliahanku.


Kesempatan itu datang juga, “Call for Abstract” demikian bunyi kompetisi tersebut. Peserta diminta mengirimkan abstrak dari paper masing-masing dan akan diseleksi untuk ke tahap selanjutnya. Karena didorong rasa ingin mencoba yang kuat sekali, akhirnya aku mengajak adik tingkat untuk menjadi tim. Mereka adalah Intan dan Wanto. Lomba yang bertajuk “LOGIKA 2015”  ini diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Matematika di Universitas Indonesia. LOGIKA sendiri merupakan singkatan dari Lomba dan Kegiatan Matematika dan salah satu agendanya adalah Konferensi Matematika. Untuk sampai ke tahap konferensi harus melewati tahapan seleksi abstrak dan full paper. Sesuai mimpi yang kutuliskan “mengikuti lomba karya tulis” dan ini lomba karya tulis pertama yang kuikuti ditambah tingkat nasional pula, jadi aku tidak terlalu percaya diri untuk sampai tahap konferensi. Setidaknya aku sudah mencoba. Menghabiskan jatah gagal, selalu itu yang kukatakan. Beruntungnya, kami didampingi dosen yang luar biasa, Bu Riza. Beliau paham betul bahwa kami tidak tahu apa-apa tentang karya tulis semacam ini sehingga dengan semangat 45 dan kesabaran beliau membimbing kami.

Allah memang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Abstrak kami lolos ke tahap seleksi full paper. Subhanallah.. Sampai di sini saja rasanya luar biasa. Hasil Penelitian kami yang berjudul “Pendekatan PMRI dengan Konteks Pempek dalam Memahami Konsep Pecahan Senilai di Sanggar Belajar Soekarno Palembang” memang tidak selamanya mendapat dukungan. Di satu sisi kami dihujani dukungan semangat dan do’a kesuksesan, tetapi di sisi lain ada yang mengecilkan kami. Memang tak ada sebuah perjalanan yang mulus. Aku yang bertugas mengirimkan karya tersebut pun mengalami olahraga jantung. Bagaimana tidak, paper kami baru bisa terkirim tiga menit sebelum batas pengumpulan. Namun, mudah bagi Allah untuk mengabulkan apapun. Sebuah SMS di tengah malam membawa kabar gembira. Kelompok kami berhasil lolos ke tahap konferensi di Universitas Indonesia (UI) akhir januari 2015. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar..!!!

28 Januari 2015. Dengan pesawat Sriwijaya Air kami bertiga terbang ke Jakarta. Jujur, ini pengalaman pertamaku naik burung besi tersebut. Aku begitu menikmati sensasi melayang di atas awan. Tak begitu lama, sekitar lima puluh menit saja. Kami tiba di Bandara Soekarno Hatta dan dengan dijemput panitia kami melanjutkan perjalan ke Depok, tempat kampus UI berada. Karena ini perjalanan perdanaku ke Pulau Jawa mataku tak mau terpejam sedikitpun. Kubiarkan mata ini trelena akan melihat hal-hal yang baru. Namun, ekspresi berbeda muncul dari kedua rekanku. Si Wanto yang tampak lelah menggunakan waktunya untuk tidur. Lain halnya dengan Intan, bibirnya tak berhenti bicara. Setiap detail ia tanyakan bahkan ia akan berteriak melihat sesuatu yang baru, seperti patung dengan air mancur yang berbaris di gerbang komplek perumahan. Aku rasanya ingin menahan dia untuik bersikap seperti itu. Biarlah, mungkin itu bentuk kegembiraannya. Namun, bagian yang paling miris di mana ia mencoba melawak tetapi dengan menggunakan bahasa daerah, Palembang. Tak ada yang memberi respon apalagi tertawa. Akhirnya, kudiamkan juga anak itu.



Margonda Residence. Begitu nama tempat penginapan kami. Sebuah apartemen menjulang yang biasanya biasa kulihat di TV. Dari ketinggian ruang tidur lantai 15 gedung J aku dan Intan memandang takjub Kota Depok. Bukan pemandangan kota yang membuat kami terpana, melainkan kami hampir tak percaya bisa menginjakkan kaki di kota ini, di apartemen ini, naik pesawat, yang tak mungkin kami lakukan dengan uang sendiri saat ini. Tapi resiko menginap di apartemen, harga barang dan makanan yang mahal dan kami pun tak bisa berinteraksi dengan peserta lain. Tapi tak mengapa, kami gunakan waktu tersebut untuk persiapan persentasi besok. Rasa lapar mendorong kami keluar apartemen untuk mencari makanan. Kami menikmati menu makanan di Pecel Lela di sore yang mendung. Hujan membuat kami bergegas kembali ke apartemen. Sebentar... pintu utama menuju lantai atas tak bisa terbuka. Bagaimana ini? Kami ingat saat masuk tadi panitia menggunakan kartu yang di-scan, tapi kami tidak punya kartu itu. Panik. Kami mencoba mencari panitia di lobby untuk bertanya. Ternyata kartu yang dimaksud adalah gantungan kunci kamar. Ya samaaannn...

Malam pertama kami menginap di sana terjadi perdebatan perkara AC (Air Conditioner)  antara aku dan Intan. Intan bersikukuh untuk menurunkan suhu ruangan sedingin mungkin. Padahal aku merasa tanpa AC saja ruangan itu cukup dingin. Aku khawatir akan masuk angin sehingga mempengaruhi penampilan persentasi besok. Setelah perselisihan yang cukup lama akhirnya Intan mengalah dan argumenku terbukti benar karena esok pagi Intan mual-mual masuk angin. Huuhh... Oh iya, si Wanto dapat ruangan di lantai 16 dengan peserta dari kota lainnya.

29 Januari 2015. Hari H itu datang juga. Pagi-pagi sekali kami menuju kampus UI dengan menggunakan bikun (bis kuning) UI. Di dalam bus tersebut kami gunakan untuk mengenal para peserta. Menyenangkan sekali bertemu dengan orang-orang hebat dari penjuru Indonesia. Sambil mengobrol kami menikmati jalanan kota Depok. Saat memasuki kampus UI. Ada getaran di hatiku. Assalmmu’alaikum UI. Pernah terbesit di hatiku: aku harus menginjakkan kaki di UI. Dan hari ini semuanya menjadi nyata. Universitas tertua di Indonesia ini memang menakjubkan. Gedung-gedung menjulang nan megah. Pemandangan yang asri. Inikah kampus sesungguhnya ? Konferensi dilakukan di gedung RIK (Rumpun Ilmu Kesehatan). Ah, lagi-lagi aku terpesona. Ruangan yang besar dan nyaman. Kursi, papan tulis, lantainya pun berbeda. Subhanallah... beruntunglah mahasiswa yang kuliah di sini. Sungguh aku gugup sekali. Namun, aku harus tampak santai agar kedua rekanku juga tidak gugup. Sambil menunggu konferensi dimulai, kami mengobrol ringan. Oh iya, ada kedua teman kami dari UIN Syarif Hidaytullah yang berniat untuk menonton penampilan kami hari ini. Entah di mana Kak Alliyus dan Elfa. Padahal acaranya akan segera dimulai. Urutan yang tampil diundi oleh juri. Kami maju di urutan ke dua. Waktu yang disediakan adalah 10 menit dengan jumlah slide yang kami tampilkan adalah 38 slide. Ternyata kami menuntaskan persentasi tersebut dalam waktu DELAPAN menit saja. Wow, bayangkan betapa cepatnya kami berbicara !


Setelah itu disambung dengan sesi tanya jawab dengan dewan juri. Sayangnya dewan juri ini belum terlalu paham tentang PMRI yang menjadi judul besar kami, sehingga pertanyaannya tidak sesuai dugaan. Aku ingat beberapa pertanyaannya adalah: Mengapa mengganti tali nilon dengan penggaris saat memotong pempek? Jenis pempek apa yang bisa digunakan? Mengapa harus pempek? Alhamdulillah, pertanyaan itu bisa kami jawab. Penampilan dari kelompok lain luar biasa keren. Serba inovatif dan kreatif. Ada yang menggunakan robot, limgkaran pelangi, batang pecahan dan kamus matematika untuk anak tuna netra, racing car, ada pula tentang makanan khas seperti kami. Ide-ide tersebut cukup membuat kami tidak terlalu berharap untuk menang. Namun, kami tetap optimis.

Konferensi akhirnya selesai. Semua peserta meninggalkan ruangan dan berkeliling melihat-lihat poster yang telah dibuat para pemakalah. Yah, ini tahap vote untuk poster terbaik. Di sela-sela vote tersebut kami berkenalan dengan peserta lain dan yang membuat kami heboh adalah bertemu peserta yang berasal dari daerah yang sama. Pemakalah dari STKIP Surya Tangerang ternyata asli Wong Kito Galo, Palembang. Namun senda gurau harus diakhiri karena jam menunjukkan waktu salat zuhur. Kami digiring panitia menuju mushola terdekat. Namun, kami bertiga tidak beranjak karena masih menunggu Kak Alliyus dan Elfa. Sudah berapa kali panitia meminta kami ke mushola tapi dua orang itu tak kunjung datang. Ruangan hampir sepi, Kak Alliyus dan Elfa berlari-lari dari ujung lorong. Akhirnyaaa.... kami pun menyusul peserta yang lain untuk salat zuhur. Di mushola tersebut kusempatkan men-charge gadget. Setelah colok sana-sini, tak satupun berhasil. Mungkin listriknya mati, pikirku. Kupasrahkan saja tanpa batre. Mataku menyapu sekeliling dan kutemukan tulisan : Dilarang men-charge di sini. Oalaaa...  

Kegiatan selanjutnya adalah seminar di balai sidang sampai jam lima sore. Artinya kami akan berpisah dengan kedua teman dari UIN Jakarta tersebut karena mereka tidak mendaftar sebagai peserta seminar. Kalau mau mendaftar biayanya sebesar Rp75.000. Cukup mahal untuk kantong mahasiswa. Timbullah ide gila. Ciri khas dari peserta adalah menenteng tas yang bertuliskan: LOGIKA 2015. Maka tas kami dipinjamkan kepada mereka, sedangkan kami aman karena memakai ID Card sebagai pemakalah. Dengan wajah tanpa dosa kami memasuki ruangan tersebut untuk makan siang terlebih dahulu. Namun, Kak Alliyus dan Elfa akhirnya memilih jujur dengan melakukan registrasi. Menu santap siang itu adalah makanan Jepang yang namanya pun aku tak tahu. Tak ada sendok disitu, hanya sepasang sumpit. Seumur hidup aku tak pernah memakai sumpit. Kulihat orang-orang senasib di sekitarku yang berusaha menggunakan sumpit. Akupun demikian. Tapi apa yang hendak dikata, aku tak mampu. Kak Alliyus yang melihat gelagatku menyarankan memakai tangan. Aku meragu. Dilepasnya sumpit dan mulai makan dengan tangan saja. Aku pun berani melakukan hal yang sama. Namun, tak lama kemudian ia kembali pada sumpitnya. Haduh, jadilah akau sendiri yang makan tanpa sumpit siang itu.

Seminar pun dimulai. Sayangnya seminar ini begitu serius hingga beberapa peserta tertidur dan Intan salah satunya. Sedangkan Kak Alliyus dan Elfa serius sekali memperhatikan pembicara, mungkin mereka ingat pendaftaran Rp75.000 tadi. Seminar tersebut berlangsung lancar dengan dua pembicara yang membahas tentang Big Data dan Finansial dalam menghadapi AEC 2015. Ada doorprize yang dibagikan yaitu HP dan jam tangan. Sesuai jadwal, jam lima seminar selesai kami bergegas keluar menunggu bikun yang mengantarkan kami ke penginapan. Sembari menunggu bus yang tak kunjung datang, kami mengobrol ria dengan teman-teman dari UIN Jakarta dan Kak Ika dari Palu. Singkat sekali pertemuan kami hari itu, banyak yang belum kami ceritakan. Apa yang mau dikata, kami harus segera kembali karena akan ada malam puncaknya beberapa jam ke depan.

Malam Gala Dinner. Megah sekali kedengarannya. Malam ini merupakan malam puncak dari konferensi. Dalam susana makan malam ini ada diumumkan siapa saja pemenang konferensi tadi. Tulisan “Welcome” di depan pintu masuk menyambut kami. Di sisi kiri karpet biru terpajang banner logika dan gala dinner serta lampion berbentuk “LOGIKA” menjadi sasaran berfoto baik peserta maupun panitia. Tampak sangat bahagia. Para panitia hilir mudik dengan pakaian terbaiknya. Aku seakan-akan berada di tengah-tengah kehidupan artis yang sering kusaksikan di sinetron-sinetron. Ternyata memang ada seperti ini. Acara pun segera dimulai. Di kursi dan meja serba putih itu kami mnikmati makan malam ditemani penampilan tari dan musik. Entah karena lapar atau ingin perbaikan gizi anak kosan, hampir semua jenis makanan kami coba sampai kenyang. Tiba saat mendebarkannya: Pengumuman. Satu per satu kategori diumumkan. Dimulai dari subtema ekosains, kemudian teknologi dan terakhir pendidikan. Pasrah.. gumamku dalam hati. MC menyebutkan juara III bidang pendidikan adalah IAIN Raden Fatah Palembang. Aku dan Intan yang duduk berdekatan langsung bersorak. Alhamdulillah.. Kami bertiga naik podium untuk menerima hadiah. Jadilah itu malam berbahagia bagi kami. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi foto-foto dan yang ada hanya senyum lebar. Begitulah makan malam itu mengakhiri rangkaian acara konferensi tersebut. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.. Saat aku menulis mimpi hanya ingin ikut lomba karya tulis, Allah memberiku lebih dari itu, sebuah kemenangan dengan pengalaman luar biasa.
30 Januari 2015. Selamat pagi Depok. Ini hari terakhir kami di sini. Karena tiket pesawat kami jam sembilan malam maka kami harus menunggu. Rencana pagi ini adalah keliling UI. Sembari menunggu panitia yang bersedia menjadi pemandu, kami menikmati pagi di tepian kolam renang apartemen. Suasana yang tidak bisa didapatkan setiap hari. Maklum anak kampung. Tak lama kemudian kami bergegas menuju UI dengan berjalan kaki melewati jalan yang biasa digunakan mahasiswa. Menyusuri perumahan, bertemu ondel-ondel, menyebrangi rel kereta api dan tibalah kami di kampus UI. Perasaan takjub lagi dan lagi memenuhi hatiku. Tujuan kami perpustakaan UI yang merupakan terbesar di Asia Tenggara. Luar biasa. Sebelum memasuki perpustakaan itu kami menikmati pemandangan di pinggir danau UI yang terkenal itu. Damai sekali duduk di sini dengan angin sepoi-sepoi. Terlihat gedung rektorat yang biasa kutemukan di google.  Hal yang takkan terlupakan: Berfoto. Udara makin panas, kami pun beringsut ke perpustakaan.

Hebat. Itu yang terpikirkan olehku saat memasuki gerbang utama perpustakaan UI. Di lantai dasar ada toko buku, KFC, Starbucks, komputer yang bisa diakses mahasiswa, sofa-sofa klasik dan tentunya ruang registrasi. Perlahan kami naik ke setiap lantainya, menikmati bangunan kokoh yang kukira bergaya Eropa ini. Banyak sekali koleksi buku di sini lengkap dengan tangganya yang mambantu pembaca mencari buku di rak-rak yang tinggi. Merasakan duduk di setiap kursinya, berdiri memandang ke luar dinding kaca. Memoriku berputar. Tempat ini pernah kulihat di internet dan hari ini kuinjakkan kakiku di sini. Allahu Akbar... Rasanya lelah kami megelilingi bangunan itu lalu kami kembali bersantai di depan danau UI. Waktu terus bergulir, kami harus kembali ke apartemen untuk check out sebelum jam dua belas siang.


Karena panitia akan mengantar kami ke bandara jam empat sore maka kami diungsikan sebentar di penginapan lainnya di Margonda Raya. Sayangnya kami tak sempat jalan-jalan keliling Depok hari itu. Lain halnya dengan teman kami yang dari Lombok nekat pergi tanpa pemandu ke Jakarta. Waktu itu sesuatu yang pasti. Jam empat panitia mengantar kami ke bandara. Sekitar sejam perjalanan tibalah kami di bandara Soekarno Hatta. Masih empat jam lagi menunggu penerbangan. Untuk menghilangkan kebosanan kami berfoto-foto dan membuat video dokumentasi. Kami tak peduli dengan berpasang mata yang memandang aneh ke arah kami. Keseruan kami harus terhenti karena Intan menyadari HP-nya yang tak ada. Oh My God, si pelupa ini melakukan hal yang fatal. Nomor HP ayahnya yang akan menjemput kami nanti ada di sana. Setelah menyusuri jejak kami kembali dan tidak menemukannya, akhirnya Intan yakin HP-nya tertinggal di mobil panitia. Berkali-kali kucoba menghubungi nomor HP-nya berharap ada yang menyadari bunyinya. Syukurlah panitia tadi mengangkat panggilan kami. Tanpa ba-bi-bu kami minta tolong mereka mengirimkan nomor HP ayah Intan. Celakanya, HP itu menggunakn kode berpola. Duh, Intan... Intan... Alhamdulillah berhasil. Mereka juga berbaik hati untuk mengembalikan HP tersebut. Benar-benar merepotkan. Selamatlah HP Intan hari ini.

Lelah. Kami mulai jenuh dan lapar menunggu pesawat Lion Air yang akan membawa kami kembali ke Palembang. Akhirnya kami habiskan roti dan air mineral yang dibeli sebelum check in. Agak berbeda rasanya menikmati roti dan minuman tersebut. Bayangkan saja, harga roti kecilnyanya saja Rp9.000/buah dan sebotol air mineral seharga Rp10.000 padahal biasanya Rp3.000. Kejenuhan kami harus dilengkapi dengan pesawat yang delay. Kami terbang jam sebelas malam. Oh Lord, lelah. Tak bisa kutahan kantukku. Sepanjang melayang di atas awan aku hanya tertidur. Padahal berdasarkan cerita Intan, cuaca sangat buruk bahkan pramugari selalu memberikan peringatan. Aku hanya bisa nyengir mendengarnya. Di bandara kami ditunggu oleh keluarga Intan. Pulang....  Halo Palembang !!
Sebuah perjalanan luar biasa di awal tahun 2015. Menjadi pembuka di tahun yang kuyakin “amazing”. Bertubi-tubi nikmat Allah menghampiri. Maka nikmat Tuhan kamu mana yang kamu dustakan? (Q.S. ar-Rahman). Ini kekuatan bermimpi. Allah bahkan memberi lebih dari yang kuimpikan. Bermimpilah, Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senandung Rindu

Cerpen: Kebetulan

Seleksi Adminitrasi LPDP, Hanya Dokumen Tapi Ribet?